Thursday, April 23, 2015

QIYAM ROMADLON

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau mendahului Ramadhan dengan shaum sehari atau dua hari, kecuali bagi orang yang terbiasa shaum, maka bolehlah ia shaum." Muttafaq Alaihi.
Seputar Qiyam Ramadhan

Yang dimaksud di sini adalah shalat yang mendapatkan janji untuk diampuni. Penamaan shalat tersebut dengan ‘Qiyaam’ diambil dari sisi sebagian rukun-rukunnya sebagaimana ia juga dinamakan dengan ruku’. Allah Ta’ala berfirman, “Dan ruku’lah (shalatlah secara berejama’ah) beserta orang-orang yang ruku’.” (Qs.al-Baqarah:43). Ia juga dinamakan dengan sujud seperti firman Allah SWT, “Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Qs.al-Qalam:43)

Rasulullah SAW bersabda, “Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud.”
Barangkali penamaan tersebut diberikan agar sesuai dengan keistimewaan yang dimilikinya berupa aktifitas memperbanyak bacaan al-Qur’an dan memperlama berdiri (Qiyaam).

Keutamaan Qiyamullail
Allah Ta’ala berfirman, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (Qs.adz-Dzaariyaat:17). Dan firman-Nya, ”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seseorang tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs.as-Sajdah:16)

Dalam kitab ash-Shahihain, dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si fulan yang dulu pernah melakukan qiyamullail (shalat tahajjud) lalu meninggalkannya.”

Di dalam sunan at-Turmudzy dengan sanad yang sahih, dari Abdullah bin Sallam bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali rahim dan shalatlah di malam hari saat manusia sedang terlelap tidur; pasti kalian masuk surga dengan penuh kedamaian.”

Demikian juga, di dalam kitab as-Sunan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya dalam satu malam itu terdapat waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim mendapatkan taufiq padanya dengan memohon kebaikan dari perkara dunia dan akhirat kepada Allah melainkan Dia akan memberikan kepadanya.”

Di dalam Musnad Ahmad, sunan at-Turmudzy, al-Mustadrak karya al-Hakim dan kitab lainnya, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hendaklah kalian melakukan qiyamullail, sebab ia adalah tradisi orang-orang shalih sebelum kamu, pendekatan diri kepada Rabb kamu, penebus dosa-dosa (kecil) dan pencegah dari melakukan dosa.”

Dan banyak lagi ayat-ayat, hadits-hadits serta atsar-atsar yang menunjukkan keutamaan Qiyamullail dan anjuran untuk melakukannya, segala puji bagi Allah.

Qiyam Ramadhan
Yang dimaksud dengan Qiyam di sini adalah shalat tarawih. Hal ini seperti hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, dari ‘Asyah RA, ia berkata, “Suatu malam di bulan Ramadhan, Nabi SAW melakukan shalat di masjid bersama beberapa orang. Kemudian beliau melakukannya lagi di malam kedua lalu berkumpullah orang dalam jumlah yang lebih banyak dari malam pertama. Maka tatkala pada malam ketiga dan keempatnya, penuhlah masjid oleh manusia hingga menjadi sesak. Karena itu, beliau tidak jadi keluar menemui mereka. Orang-orang memanggil beliau, lalu beliau berkata, “Ketahuilah, perkara yang kalian lakukan itu tidaklah tersembunyi bagiku (pahala, sisi positifnya), akan tetapi aku khawatir akan dicatat sebagai kewajiban bagi kalian nantinya.” Di dalam riwayat al-Bukhari terdapat tambahan, “Lalu Rasulullah SAW pun wafat dan kondisinya tetap seperti itu (tidak dilakukan secara berjema’ah di masjid-red).”

Imam an-Nasa’i mengeluarkan dari jalur Yunus bin Yazid, dari az-Zuhri dengan redaksi “Jazm” (pasti) bahwa malam di mana Rasulullah SAW tidak keluar tersebut adalah malam keempat.”

Imam at-Turmudzy meriwayatkan dengan sanad yang sahih, dari Abu Dzar, ia berkata, “Di kala kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah SAW, beliau tidak melakukan Qiyamullail bersama kami dari bulan itu hingga tersisa tujuh hari lagi, lalu ia melakukannya bersama kami hingga melewati sepertiga malam. Pada malam kelimanya, ia melakukannya lagi bersama kami hingga melewati separuh malam. Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Rasulllah, andai dengan sukarela engkau melakukan Qiyamullail bersama kami malam ini.’ Beliau menjawab, ‘Bila seseorang shalat bersama imam hingga ia keluar (berlalu), maka telah dihitung baginya Qiyam semalam penuh.’ Maka tatkala pada malam ketiganya, beliau mengumpulkan keluarganya dan orang-orang, lantas melakukan qiyamullail bersama kami hingga kami khawatir ketinggalan sahur. Kemudian pada sisa hari bulan itu beliau tidak lagi melakukannya bersama kami.”

Ibn ‘Abdil Barr berkata, “Ini semua menunjukkan bahwa pelaksanaan Qiyam Ramadhan boleh dinisbatkan kepada Nabi SAW sebab beliaulah yang menganjurkan dan mengamalkannya. Sedangkan yang dilakukan ‘Umar hanyalah upaya menghidupkan kembali apa yang telah menjadi sunnah Rasulullah SAW.”

Al-‘Iraqi berkata di dalam kitabnya Tharh at-Tatsrib, “Hadits ‘Aisyah dapat dijadikan dalil bahwa Qiyam Ramadhan lebih utama dilakukan di masjid secara berjema’ah karena Rasulullah SAW melakukannya. Beliau meninggalkan hal itu karena takut ia menjadi suatu kewajiban nantinya sementara setelah beliau wafat, maka sudah dapat terhindar dari jatuhnya hal tersebut sebagai kewajiban.”

Inilah pendapat jumhur ulama kaum Muslimin, di antaranya tiga imam madzhab; Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad. Hal ini kemudian telah menjadi syiar yang nampak (ditonjolkan).

Bilangan Raka’atnya
Al-‘Iraqi berkata, “Dalam hadits di atas, tidak dijelaskan bilangan raka’at yang dikerjakan Rasulullah SAW pada beberapa malam tersebut di masjid. ‘Aisyah RA telah mengatakan, ‘Baik di bulan Ramadhan mau pun lainnya, Nabi SAW tidak menambah lebih dari 11 raka’at.’ Secara implisit, bahwa demikian pulalah yang dilakukan beliau di tempat tersebut (ketika malam itu). Akan tetapi ketika ‘Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan shalat tarawih di bulan Ramadhan dengan mengikuti Ubay bin Ka’b, maka ia melakukannya bersama mereka sebanyak 20 raka’at selain witir, yaitu 3 raka’at. Pendapat seperti ini dipegang oleh imam-imam madzhab seperti Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad. Juga diambl oleh imam ats-Tsauri dan jumhur ulama.”

Ibn ‘Abdil Barr berkata, “Ini adalah pendapat jumhur ulama dan pendapat yang kami pilih. Mereka menilai apa yang terjadi pada masa ‘Umar itu sebagai ijma’ (konsensus).”

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah berkata, “Nabi SAW belum pernah menentukan bilangan tertentu terhadap Qiyam Ramadhan itu sendiri. Malahan, beliau melakukan tidak lebih dari 13 raka’at namun memperpanjang (memperlama) raka’at-raka’atnya. Tatkala ‘Umar mengumpulkan umat dengan mengikuti Ubay bin Ka’ab (sebagai imam), ia melakukan shalat itu sebanyak 20 raka’at, kemudian witir 3 raka’at, meringankan bacaan seukuran tambahan raka’atnya karena hal itu lebih ringan bagi para makmum daripada memperpanjang (memperlama) per-raka’atnya. Artinya, seseorang boleh melakukannya sebanyak 20 raka’at sebagaimana pendapat yang masyhur dari Ahmad dan asy-Syafi’i. Ia juga boleh melakukannya dengan 36 raka’at seperti pendapat imam Malik dan ia juga boleh melakukannya sebanyak 11 raka’at. Dengan demikian, memperbanyak raka’at atau menguranginya tergantung kepada panjang-pendeknya Qiyam itu. Sebaiknya, disesuaikan dengan perbedaan kondisi jema’ah shalat; jika di antara mereka ada yang mampu untuk memperpanjang Qiyam dengan 10 raka’at plus 3 raka’at setelahnya; maka ini lebih baik dan jika tidak mampu, maka qiyam dengan 20 raka’at tersebut lebih baik. Inilah yang dilakukan kebanyakan kaum Muslimin dan tidak dibenci sesuatu pun darinya.”

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh (mantan Mufti Arab Saudi-red) berkata, “Kebanyakan ulama seperti imam Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka’at sebab ketika ‘Umar mengumpulkan umat dengan mengikuti Ubay bin Ka’b, ia melakukan shalat tersebut bersama mereka sebanyak 20 raka’at. Ini dilakukan di tengah kehadiran para shahabat yang lain sehingga menjadi ijma’. Karenanya, umat pun mengamalkan hal itu. Jadi, tidak semestinya mereka yang melakukan hal itu diingkari tetapi biarkan mereka melakukan seperti itu.” Wallahul Muwaffiq

INTISARI HADITS
1)     Makna Qiyam Ramadhan adalah menghidupkan malam itu dengan ibadah dan shalat. Hadits di atas (yang kita kaji ini) menunjukkan disyari’atkannya shalat malam di bulan Ramadhan. Shalat tersebut secara valid telah dilakukan Rasulullah SAW di masjid, lalu pada masa ‘Umar para shahabat telah bersepakat atasnya, untuk selanjutnya dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimin setelah itu. Mereka mendirikan shalat tarawih.
2)     Balasan Qiyam Ramadhan adalah ampunan dosa dan penghapusan dosa-dosa kecil. Tetapi ini dikaitkan dengan pengampunan dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan hak Allah. Penyebutan dengan kata ‘Zanb’ (dosa) mencakup dosa besar dan kecil akan tetapi Imam al-Haramain telah memastikan bahwa hal itu hanya khusus dengan dosa-dosa kecil saja. Al-Qadhi ‘Iyadh menisbatkan pendapatkan ini kepada Ahlussunnah. Imam an-Nawawi berkata, “Bila tidak ada dosa kecil, maka diharapkan dosa-dosa besarnya diringankan.”
3)     Diterimanya shalat malam itu dan diraihnya penghapusan dosa-dosa kecil bisa terealisasi bila terpenuhi dua persyaratan: Pertama, bila yang mendorong seseorang melakukan Qiyamullail itu adalah iman dan pembenaran akan pahala Allah SWT. Kedua, mengharap pahala amalan tersebut di sisi Alllah, ikhlas karena Allah. Bila suatu amalan kehilangan dua syarat penting ini, lalu disusupi oleh riya’ dan sikap berbangga-bangga; maka ia menjadi batal dan tertolak atas pelakunya, bahkan karenanya ia akan mendapatkan celaan dan siksa.
4)     al-Karmani meriwayatkan adanya kesepakatan ulama bahwa yang dimaksud dengan Qiyamullail itu adalah shalat tarawih dan keutamaan ini didapat dengan apa pun bentuk qiyam (berdiri untuk shalat).
5)     Hadits tersebut menunjukkan keutamaan Qiyam Ramadhan, bahwa ia sangat dianjurkan sekali, demikian pula dengan shalat tarawih secara berjema’ah di masjid. Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah dan ulama lainnya mengatakan, dulu di masa Nabi SAW, para shahabat melakukannya di masjid secara terpisah-pisah, dalam beberapa kelompok/jema’ah yang berbeda dan hal itu dilakukan atas sepengetahuan beliau SAW dan atas persetujuannya. Berdasarkan banyak hadits, shalat tarawih lebih baik dikerjakan secara berjema’ah daripada secara sendirian dan hal itu merupakan ijma’ para shahabat dan seluruh penduduk negeri Islam. Itu juga adalah pendapat jumhur ulama.
6)     Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah berkata, “Shalat yang tidak disunnahkan dilakukan dengan berjema’ah secara tetap adalah seperti qiyamullail (tahajjud), sunnah-sunnah rawatib, shalat dhuha, tahiyyatul masjid dan lainnya. Tapi, boleh dilakukan berjema’ah untuk kadang waktu (tidak dirutinkan). Ada pun menjadikannya sebagai sunnah yang ratib/tetap (secara rutin) maka termasuk bid’ah yang dibenci

Sumber: Al-Shofwah

Friday, April 17, 2015

REGU DRUM BAND INTENSIFKAN LATIHAN UNTUKPERSIAPAN HULTAH'17

Dalam rangka persiapan memeriahkan perayaan Hari Ulang Tahun (Hultah) Pondok Pesantren NW Padasuka ke-17 yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 Rojab 1436 H bertepatan dengan 17 Mei 2015 M, para santri yang tergabung dalam Regu Drum Band Ponpes NW Padasuka semakin mengintensifkan volume latihannya.

Regu Drum band yang merupakan gabungan dari santri MI NW Padasuka, MTs NW Padasuka dan MA NW Padasuka ini tidak pernah ketinggalan dan selalu ikut berpartisipasi dalam menyambut pelaksanaan perayaan menyambut Hultah Ponpes NW Padasuka. Dalam keterangannya, Syihamul Basyir  selaku ketua regu menyampaikan “Pada latihan kali ini, para anggota regu mengeluhkan banyaknya peralatan music yang sudah mulai rusak, bahkan beberapa alat music yang sudah mulai jebol juga kami temple dengan lakban. Kami sangat berharap agar peralatan-peralatan yang ada bisa segera diperbaiki agar latihan bisa berjalan maksimal”.

Berdasarkan keterangan tersebut, Siti Rohmi Hardianti, S.Sy selaku penanggungjawab regu drum band ini menuturkan “kami memahami keluhan dari anggota regu, dan kami juga telah memesan beberapa peralatan baru untuk menggantikan alat-alat yang telah rusak dan tidak layak pakai dan Insya Allah, tanggal 20 (mei 2015) nanti alat-alat yang telah kami pesan akan tiba disini”


Mengingat regu music ini selalu tampil pada setiap Hultah Ponpes NW Padasuka, maka kita harapkan agar setiap hal yang menjadi kendala bisa segera terselesaikan sehingga pada Hultah kali ini regu music inipun bisa tampil maksimal untuk ikut serta dalam memeriahkan perayaan Hultah’17 Ponpes NW Padasuka.

Tuesday, April 7, 2015

RIWAYAT SINGKAT PERJALANAN HIDUP PENDIRI PONPES NW PADASUKA

TGKH. Muhammad Faidi Muqoddam, QH., SH. lahir di dusun Sengkrang Lombok tengah. Ia lahir pada tanggal 2 Juli 1965 dari pasangan (alm) Muqoddam dan (alm) Siti Juminah. Pada masa kanak-kanaknya ia dibawa oleh kedua orang tuanya berhijrah ke Sumbawa, tepatnya di Desa Padasuka Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa-NTB. Di desa inilah ia menghabiskan masa remajanya.

Pendidikan formal beliau dimulai dengan menempuh pendidikan dasar di SDN 1 Padasuka dilanjutkan dengan SMPN 1 Lunyuk. setelah beliau menyelesaikan pendidikan beliau di SD dan SMP beliau Mu'allimin NW Pancor dan kemudian dilanjutkan di Ma'had Daarul Qur'an wal Hadits NW.

Beliau terlahir dari keluarga yang sangat taat beragama hal ini terlihat dari ketekunan ayahanda belaiu yang semasa hidupnya menjadi guru ngaji baca Al-Qur'an. Bahkan ada sebuah kisah yang menarik tentang ayahanda beliau yang menunjukkan ketaatannya, bahwa pada suatu hari ada seseorang yang mengantarkan beliau daging sapi, karena tidak enak menolak pemberian orang, maka beliaupun menerima daging tersebut. Namun ketika Istri beliau meminta izin untuk memasak daging tersebut, meliau menahan sang istri dan meminta sang istri agar menunggu hingga keesokan harinya dulu untuk memasak daging tersebut. Namun ternyata, keesokan harinya tersebar berita bahwa sapi salah seorang masyarakat di desa sebelah telah hilang. mendengar berita tersebut beliaupun memrintahkan sang Istri untuk membuang daging tersebut. Demikianlah Ihtiat beliau dalam menjaga makanan yang masuk kedalam perut beliau dan keluarganya. beliau sangat hawatir ada barang yang haram bahkan yang syubhat sekalipun masuk ke dalam perut beliau dan keluarganya.

Sedangkan mengenai ibundanya, yaitu alm. Siti Juminah, sehari-harinya beliau bekerja sebagai pedagang bakulan seperti bawang, cabai, tomat dan lain sebagainya, bahkan hingga beliau memasuki usia senjapun beliau tetap melakukan hal tersebut di sela-sela waktu luangnya. Namun meskipun begitu, beliau merupakan wanita yang sangat sholehah ini terlihat dari hingga masa senja beliau, ternyata beliau masih tetap istiqomah membaca Al-Qur'an, bahkan untuk memenuhi kebiasaan beliau yang tetap istiqomah dalam membaca Al-Qur'an ini, sang putra yaitu TGKH. M. Faidi Muqoddam pun membelikan beliau Qur'an yang cukup besar agar beliau bisa membacanya dengan jelas. Dari keluarga yang sholeh seperti inilah sang "Faidi kecil" lahir. 

Selama menempuh pendidikan di MDQH NW, TGKH. M. Fidi Muqoddam terkenl dengan kecerdasannya, hal ini terlihat dari selama beliau sering menjadi Nuqoba' (pengganti masyaikh) selama beliau menjadi Thullab MDQH. selain itu juga sempat tersiar kabar bahwa para Masyaikh al-Ma'had pernah mengadakan musyawarah untuk mengirim beliau untuk melanjutkan studi beliau di Madrasah as-Saulathiyyah di Makkah al-Mukarromah.

Sebelum menyelesaikan studinya di MDQH, beliau melamar seorang gadis dari Teko Kecamatan Apit Aik bernama Rauhun. Perempuan yang terkenal pintar di MDQH. Selama masa awal pernikahan beliau dengan Rauhun, beliau menjlani hidup di Teko sehingga beliau harus bolak-balik dari Teko ke Pancor yang jaraknya lebih dari 10 km untuk menuju ke MDQH. Namun ada hal yang aneh selama perjalanan beliau untuk menuntut ilmu di MDQH yang jaraknya cukup jauh dari Teko, ini berdasarkan keterangan dari mertua beliau, bahwa meskipun jaraknya cukup jauh untuk menuju MDQH dari Teko, tapi beliau selalu tiba tepat waktu di MDQH dan selalu duduk di shap terdepan untuk mendengarkan pengajian Maulana Asy-syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, padahal beliau hanya berjalan kaki yang normalnya membutuhkan waktu sekitar 3 jam namun beliau hanya butuh waktu sebentar kesana.

Belum lama usia pernikahan beliau, pada suatu malam beliau mendapat perintah dari Maulana Asy-Syaikh untuk kembali ke Desa Padasuka dan berjuang di sana karena masyarakat di desa Padasuka tergolong masih awam akan ilmu agama. sehingga dengan perintah dari guru besar beliau tersebut, beliaupun kembali ke kampung halaman beliau untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat.

Dimulai dengan mengadakan pendidikan Diniyyah beliau mengajarkan masyarakat ilmu agama, kemudian ketika dipandang cukup memungkinkan, beliaupun mendirikan madrasah NW, dari sinilah pondasi pertama pendirian madrasah-madrasah NW di kecmatan Lunyuk, dan hingga saat ini, madrasah yang beliau rintis tersebut telah menelurkan banyaka madrasah mulai dari tingkat RA, MI, MTs hingga MA yang tersebar di kecamatan Lunyuk hingga masuk ke kecamatan Orong Telu.

Semoga Allah memberikan balasan pahala yang besar atas perjuangan beliau dalam mendakwahkan Islam. Amin.

Demikianlah riwayat singkat perjalanan hidup Pimpinan Pondok Pesantren NW Padasuka. 

HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA

Saya sangat terkesan dengan materi khutbah yang disampaikan oleh Pimpinan Pondok Pesntren NW Padasuka pada suatu hari Jum’at. Dimana pada kesempatan tersebut beliau membahas tentang wajibnya ummat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dan pengatur kehidupan. Sehingga beliau mengisyaratkan bahwa terjadinya kerusakan moral ummat itu dikarenakan oleh ummat yang telah meninggalkan Al-Qur’an dan Hadits sebagai tuntunan. Dalam kesempatan khutbah itu pula beliau mengeluarkan pernyataan yang sangat mengesankan bagi saya yaitu “Tidak ada istilah ber-demokrasi dalam kebaikan…” bahkan jika kalimat itu dibalikpun menjadi "Tidak ada kebaikan dalam demokrasi", menurut saya masih tepat juga.

Tentu sekali bukan berarti pada setiap khutbah, ceramah atau pengajian beliau tidak mengajak untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, hanya saja khutbah tersebut karena materinya yang disampaikan dengan gaya bahasa yang agak sedikit berbeda mengingatkan saya dengan materi-materi diskusi saya waktu masih kuliah dulu, yaitu tentang Syari’ah dan Khilafah. Hal inilah yang membuat saya termotivasi untuk menulis postingan kali ini, yaitu tentang hubungan Islam dengan Negara.

Jadi pada dasarnya Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dari negara demikian pula sebaliknya, karena dua hal ini merupakan dua hal yang menjadi satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Dua hal ini ibarat dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan lagi. Hanya saja permasalahannya adalah, pada zaman ini orang-orang yang berpemikiran sekuler berusaha untuk dengan pemikiran-pemikiran sesatnya berusaha untuk mengaburkan konsep ini dengan memasukkan konsep-konsep yang menyimpang dengan mengkampanyakan bahwa Islam harus dipisahkan dari negara (فصول الدين عن الحياة). 

Sebagai sebuah agama yang diturunkan oleh Allah SWT., maka Islam telah dijadikan-Nya sebagai agama yang sempurna dan tentu sekali sebagai sebuah agama yang sempurna maka Islam pasti memiliki aturan-aturan tersendiri dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan ini tidak terbatas dalam hal yang kaitannya dengan ibadah ritual (mahdloh) belaka, tapi lebih dari itu, Islam juga memiliki aturan yang khas dalam mengatur masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan lainnya.

Islam telah diturunkan dengan seperangkat aturannya yang lengkap dan terperinci, sehingga Islam tidak membutuhkan konsep aturan dari yang lain untuk mendukung, membantu ataupun melengkapi aturan yang ada dalam Islam itu. Kelengkapan aturan ini melingkupi urusan manusia yang bersifat vertikal dan horisontal. Hal ini sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an;

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Al-Qur’an sebagai kitab suci dalam Islam merupakan pedoman, tuntunan dan rujukan atas seluruh aspek kehidupan manusia dalam bertindak, sehingga jika kita berpegang padanya, maka tidak mungkin kita akan mengambil aturan-aturan lain diluar Islam.

Kaitannya dalam hal bernegara, sebagaimana dijelaskan diatas bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, maka tanpa ada pengecualian dalam keseluruhan ini adalah termasuk juga dalam hal bernegara. Bahwa Islam sebagai agama yang sempurna juga memiliki aturan-aturan yang jelas dalam hal bernegara. Hal ini terbukti bahwa Rasululloh SAW pernah mendirikan sebuah negara di Madinah al-Munawwaroh dimana negara tersebut yang menjadikan Islam sebagai dasarnya kemudian dilanjutkan dengan masa Khilafah pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga berakhir pada masa Khilafah Turki Utsmany pada tahun 1924 M. Selama masa tersebut negara telah menjadikan Islam sebagai sumber aturannya dan terbukti dengan aturan Islam tersebut negara Khilafah mampu tegak selama 13 abad dan selama itu pula nagara memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi masyarakat dan hak-hak kaum Muslim pun terjaga. Mungkin kita pernah mendengar kisah Kholifah Umar bin Abdul Aziz yang selama pemerintahannya tidak seorangpun yang mau menerima zakat atau pada masa Al-Mu’tashim Billah yang mengirimkan bala tentara dengan jumlah yang sangat benyak hanya untuk membela kehormatan seorang muslimah atau kemajuan pendidikan dan Ilmu pengetahuan sehingga pada masa kekhilafahan telah banyak mencetak ‘Ulama’ dan lain sebagainya. Itu semua ada dan terjadi ketika sebuah negara menjadikan Islam sebagai dasar. Bandingkan zaman sekarang ini, ketika negara-negara dunia tak terkecuali negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim menerapkan sistem demokrasi yang otomatis mencampakkan Al-Qur’an sebagai sumber aturannya, kita melihat ummat Islam yang meninggal karena berebutan zakat, rakyat benyak yang menjadi pengemis karena tidak memiliki lapangan pekerjaan, lahan tambang yang ada di negeri muslim dijarah oleh orang kafir, kehormatan muslimah dirampas, biaya pendidikan yang mahal, rusaknya moral bangsa, dan segudang masalah lainnya yang tak kunjung terselessaikan, bahkan satu masalah belum selesai, muncul lagi masalah baru yang lebih besar, sebenarnya ini mengisyaratkan bahwa negara membutuhkan aturan lain untuk mengentaskan seluruh permasalahan itu dan aturan itu tentu bukan bukan dengan aturan-aturan yang ada dalam sistem demokrasi namun aturan-aturan yang telah terbukti keampuhannya dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan dan itu adalah ISLAM.

Jadi kesimpulannya adalah, bahwa Islam tidak bisa dipishkan dari negara dan sebaliknya pulan bahwa negara juga tidak bisa dipisahkan dari Islam. Karena Islam juga menghendaki adanya negara yang akan menjaga dan menerapkan aturan-aturannya dalam kehiduan sebaliknya Negara juga membutuhkan aturan-aturan Islam dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga negara tersebut bisa menjadi negara yang kokoh, makmur dan sejahtera.

Wallohu A’lam.

SHOLAWAT BERKAT KONTAK SEJAGAT DAN SHOLATUD DAROIN



صلاة بركات كوتك سجكت
اللهم بسمك الأعظم و بأسمائك الحسنى أمرتنا بالدعاء ووعدتنا بالاءجابة سئلناك أنصلي و تسلم على حبيبنا نبي الامي دائما أبدا و ألف ألف ما خلقت وأنتجعلنا العلماء العاملين والأولياء العرفين المجاهدين المخلصين المقربين المقبولين وماهرين وشاطرين في كل فن وناجحين في الدنيا و الأخرة وحافظين وذاكرين وفاهمين بجميع العلوم لاسيما بقرأنك القديم وأن تفيض علينا سحائب العلوم الشرعية و أن تفتح علينا الابواب المعارف اللدنية وبركات من السماء و الأرض وأن تثبت قلوبنا وقلوبالناس أجمعين محبة و معلقا على معهد نهضة الوطن فدسك ومدارسها وتلامذها و جميع أعضائها بسر كن فيكون

صلاة الدارين
اللهم إناسألناك بك أنتفيض فيض صلاة وسلام وكل حسنات الدنيا والآخرة وإبعاد كل بلآءالدنيا والآخرة على سيدنا محمد وسإر الأنبيآء و المرسلين وألهم وأصحبهم وعلينا ووالدينا ومعلمين ومعهدنا معهدنهضة الوطن فدسوك ومدرسة نهضة الوطن فى العالمين وزريتنا والمسلمين أجمعين على كل حال ومكان بدوام ملك ك و عددما فى علمك لآإله إلا انت سبحانك إنا كنا من الظالمين ولاحول ولاقوة إلآ بالله العلى الظيم والحمدلله ربالعلمين

Friday, April 3, 2015

WAJIB MENEGAKKAN SYARI'AT ISLAM

Allah SWT menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya, dengan kata lain penciptaan manusia untuk tunduk dan patuh kepada-Nya. Dengan demikian manusia wajib melandaskan setiap tindakannya pada aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah SWT yang artinya bahwa tidak dibenarkan bagi manusia untuk berbuat dan bertindak di luar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariya: 56) 

Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT. karena dengan demikian manusia akan bisa mendapatkan derajat taqwa yang imbalannya adalah syrga yang penuh dengan kenikmatan.

Namun, untuk mencapai derajat taqwa ini, tidak cukup hanya dengan memperbanyak ibadah-ibadah mahdloh belaka semisal sholat, puasa, haji, zakat, wudlu dan lain lain sebagainya, namun lebih jauh dari itu, untuk menggapai derajat taqwa ini, maka manusia wajib untuk melaksanakan sekuat tenaga barbagai bentuk ibadah baik yang mahdloh maupun yang ghoiru mahdloh (da'wah, jihad, tolong menuolong, dll), sertaa menjauhi apa yang melanggar aturan Allah karena yang demikianlah yang merupakan pengertian sebenarnya dari taqwa.

إمتثال أوامره واجتناب نواهيه

"Melaksanakan segala zang dierintahkan dan menjauhi segala zang dilarang."