HUKUM NIKAH BEDA AGAMA
Nikah
beda agama nyaris menjadi tren baru di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, mereka
yang dianggap sebagai Public Figure sudah tak memiliki rasa was-was dalam
hati mereka. Di satu sisi mereka mengaku sebagai seorang muslim namun di sisi
lain mereka telah secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap hukum
Islam. Katakana saja Deddy Corbuzier dan Kalina, Jamal Mirdad dan LidiaKandaw,Ira Wibowo dan Katon Bagaskara dan sederet artis lainnya.
Pertanyaannya,
apakah hukum Islam tentang pernikahan dengan orang-orang Musyrik ini belum
jelas sehingga mereka dengan sengaja menikah dengan orang-orang Musyrik?.
Jawabannya tentu sekali bahwa hukum menikah dengan orang Musyrik ini sudah
jelas. Di dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ
مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا
الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ
وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو
إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqoroh: 221)
Atau mungkin mereka tidak tau hukumnya? Tidak mengetahui hukum
pernikahan beda agama bukanlah alasan yang masuk akal. Karena dimana-mana Allah
telah menempatkan Ulama’-Ulama’ sebagai tempat bertanya jika memang merasa
kebingungan terhadap suatu hukum. Toh juga pernikahan bukanlah
permasalahan yang kecil yang tidak membutuhkan pemikiran yang matang untuk
melaksanakannya. Sehingga jika memang mereka benar-benar taat kepada Allah,
untuk hal sepenting pernikahan, mereka pasti akan bertanya terlebih daulu
sebelum melaksanakannya, terlebih lagi jika pernikahan yang akan mereka
laksanakan itu merupakan pernikahan yang di luar kewajaran. Namun asalnya
karena sudah didasari pada nafsu dan pembangkangan terhadap agama, maka tidak
akan ada rasa risau atau bersalah dalam hati mereka, karena dasarnya memang
sudah tidak ada keperdulian pada agama.
Demi untuk mencari pembenaran, para pelaku nikah beda agama
mencoba untuk menggunakan dalil-dalil logika dan realitas. Hal ini mereka
lakukan hanya agar apa yang mereka lakukan bisa dibenarkan sehingga hukum-hukum
syara’ yang sudah jelas di dalam Al-Qur’an dianggap salah. Dengan beralasan
cinta, status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari hasil pernikahan
beda agama, dan alasan-alasan lainnyapun kampnyekan tanpa mengangkat dalil Zina di
Al-Qur’an.
Di dalam ayat di atas sudah dengan sangat jelas disebutkan bahwa
seorang Muslim dilarang menikahi wanita musyrik sebelum mereka beriman.
Demikian juga sebaliknya, seorang muslimah juga dilarang menikah dengan
laki-laki musyrik hingga mereka menjadi orang yang beriman.
Lantas bagaimana dengan Ahlil Kitab, bukankah di dalam Al-Qur’an
ada ayat yang menjelaskan kebolehan seorang Muslim menikah dengan wanita
ahlil kitab?. Memang benar ada ayat yang menyebutkan seorang Muslim boleh
menikahi wanita ahlil kitab dan itupun dikhususkan hanya untuk Muslim saja.
Artinya laki-lakinya dari agama Islam dan perempuannya dari ahlil kitab. Allah
SWT berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ
عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang
menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi. (QS.
Al-Ma’idah: 5)
Pertanyaannya adalah, siapakah ahlul kitab yang banyak disebutkan di dalam AL-Qur'an? Ahlul kitab dalam Al Qur’an adalah kaum Yahudi
dan Nasrani, karena kitab suci telah diturunkan kepada mereka dalam wujud kitab
sebuah kitab suci, mereka pada dasarnya adalah umat yang membaca dan menulis.
Berbeda dengan umat Islam yang merupakan umat penghafal pada asalnya. Itulah
salah satunya hikmah Alquran diturunkan secara bertahap melalui lisan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Penyebutan ahlul kitab
yang bermakna kaum Yahudi dan Nasrani juga berlaku secara umum, tanpa ada
pengkhususuan kelompok tertentu dari mereka. Berangkat dari sini, dapatlah
dipahami bahwa siapa pun yang mengaku sebagai Yahudi ataupun Nasrani, maka dia
adalah ahlul kitab apa pun paham teologinya.
Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa Ahlul Kitab adalah orang-orang yahudi dan nasrani.
Namun pertanyaan berikutnya adalah, apakah orang-orang yahudi dan nasrani di
zaman ini masih tergolong ke dalam ahlul kitab atau sudah masuk ke dalam
golongan orang-orang musyrik?.
Jika kita merujuk kepada
Al-Qur'an, maka yahudi dan nasrani bukan lagi ahlul kitab melainkan golongan
musyrik. Hal ini berdasarkan firman Allah:
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللّهِ وَأَنتُمْ
تَشْهَدُونَ
Hai
ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah[202], Padahal kamu
mengetahui (kebenarannya). (QS. Ali ‘Imron:
70)
قُلْ يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَبِآيَاتِ اللّهِ وَاللّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا
تَعْمَلُونَ
Katakanlah:
‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha
menyaksikan apa yang kamu kerjakan? (QS.
Al Imron: 98)
وَقَالَتِ
الۡيَهُوۡدُ عُزَيۡرُ ۨابۡنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الۡمَسِيۡحُ ابۡنُ
اللّٰهِؕ ذٰ لِكَ قَوۡلُهُمۡ بِاَ فۡوَاهِهِمۡ ۚ
يُضَاهِئُونَ قَوۡلَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ
قَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ۚ اَنّٰى يُؤۡفَكُوۡنَ ﴿۳۰﴾
orang-orang
Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. At-Taubah: 30)
berdasarkan
ayat-ayat tersebut, maka jelaslah bahwa orang-orang yahudi dan nasrani bukanlah
ahli kitab melainkan orang-orang musyrik. Kalaupun mereka masih tergolong pada
ahlil kitab, maka status ahlil kitab mereka telah terhapus oleh kemusyrikan mereka.
Bahkan di dalam ayat yang lain Allah menyebutkan orang-orang kafir adalah ahlul
kitab dan orang musyrik.
لَمۡ يَكُنِ
الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ اَهۡلِ الۡكِتٰبِ وَالۡمُشۡرِكِيۡنَ مُنۡفَكِّيۡنَ
حَتّٰى تَاۡتِيَهُمُ الۡبَيِّنَةُ ۙ ﴿۱﴾
Orang-orang
kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak
akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata (QS. Al-Bayyinah: 1)
Jadi dengan
mengembalikan pada ayat 221 surat Al-Baqarah di atas, maka sudah dapat
disimpulkan bahwa hukum menikah dengan orang kafir dan musyrik, baik ahlul
kitab ataupun bukan adalah HARAM. Jadi tidak ada lagi alasan yang membenarkan
tindakan menikahi atau menikahkan orang muslim dengan wanita kafir dari
golongan ahlil kitab ataupun musyrik dan menikahi dan menikahkan muslimah
dengan laki-laki kafir dari golongan musrik ataupun ahlil kitab.
Untuk bisa
dilaksanakannya hukum yang ada pada ayat ini, maka peran Negara sangat dibutuhkan.
Karena bagaimanapun ummat Islam yang masih taat pada agamanya berusaha sekuat
tenaga untuk mempertahankan hukum pada ayat ini, namun Negara tidak mendukung
dan memberlakukannya, maka pernikahan beda agama tidak akan bisa dicegah. Oleh karena
itu, agama dan Negara tidak bisa dipisahkan. Agama dan Negara bagaikan dua sisi
uang logam yang tidak akan bisa terpisahkan.
0 comments:
Post a Comment