KAEDAH DALAM MENGADOPSI PEMIKIRAN DARI LUAR ISLAM
Merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim untuk melandaskan
keyakinan dan pemikirannya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah oleh karena itu ia
dilarang untuk mengadopsi bentuk-bentuk keyakinan dan pemikiran yang datang
selain dari keduanya. Artinya, ketika seseorang mengaku dirinya sebagai seorang
muslim, maka ia wajib untuk menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan
dalam bertindak dan ketika ia telah mennjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai
landasan dalam bertindak maka ia wajib meyakini bahwa apa yang terdapat di
dalam keduanya adalah benar sehingga apapun yang datang di luar dari keduanya
meski terlihat lebih baik menurut akal pikiran manusia namun bertentangan
dengan keduanya, maka wajib untuk meninggalkannya. Dengan demikian seorang
muslim diwajibkan untuk masuk kedalam Islam seutuhnya. Sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِين
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara
kaffah (utuh menyeluruh), dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan, karena
sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”
Namun bukan berarti seorang muslim tidak boleh mengadopsi semua
perkara yang datangnya dari luar Islam. Ada hal-hal yang dibolehkan untuk
mengadopsinya meski datangnya dari luar Islam, yaitu perkara-perkara yang bebas
nilai (Free of Value). Artinya adalah hal-hal yang tidak terkait dengan
nilai-nilai agama, seperti Sains dan teknologi serta hal-hal yang lahir darui
keduanya.
Dalam perkara ini kaum muslimin diperbolehkan untuk mengadopsi,
meniru maupun mempraktikkannya dan mengajarkannya. Dalam hal ini, Kholifah Umar
ibn Khottob pernah mengadopsi system pembukuan dan administrasi dari Persia.
Rasululloh SAW dan Khulafa’ur Rosyidin juga mengadopsi mata uang dinar Romawi
dan dirham Persia. Dalam perang Khondak, Rasululloh juga mengadopsi strategi
perang Persia setelah mendapatkan masukan dari sahabat Salman Al-Farisi.
Oleh karena itu, kaum Muslimin
diperbolehkan mengadopsi perkara-perkara yang bebas nilai meskipun dari orang
kafir.
Adapun perkara-perkara yang tidak bebas nilai (terikat denngan
nilai) seperti masalah akidah, tata cara beribadah, hukum, tatanan social,
ekonomi ataupun politik yang memuat pandangan hidup orang-orang kafir seperti
sosialis dan kapitalis, maka kaum muslimin dilarang untuk mengadopsi, meniru
ataupun mempraktikkannya. Termasuk juga dilarang bagi kaum muslimin untuk
mengadopsi, memproduksi ataupun memakai produk-produk atau benda-benda yang
memuat peradaban atau pandangan hidup non-muslim, seperti salib, patung budha,
rumah berbentuk greja dan lains sebagainya.
Sedangakan untuk mempelajarinya, maka kaum Muslimin tidak dilarang
untuk mempelajarinya jika bertujuan untuk menjelaskan ksesatan dan
kekeliruannya serta ketidak sesuaiannya dengan Islam. Namun jika mempelajarinya
hanya untuk memahami dan mengkaji belaka, maka kaum Muslimin dilarang untuk
mempelajarinya jika tidak memiliki niat untuk menjelaskan kesalahan dan
kebobrokannya kepada ummat.
Dalam mempelajari hal-hal yang terikat dengan nilai, maka kaum
Muslimin harus memiliki akidah yang kuat dan pemahaman yang luas akan syari’at
Islam. Hal tersebut karena jika seorang Muslim mempelajarinya tanpa memiliki
akidah yang kuat dan pemahaman Syari’ah yang mendalam, maka dihawatirkan ia
akan terpengaruh oleh pemahaman non-muslim tersebut karena tidak mengetahui
pertentangan-pertentangan antara apa yang ada di dalam Islam dan apa yang
datang dari luar Islam. Maka oleh sebab itu, hendaknya bagi mereka yang ingin
mempelajari dan mengkaji peradaban di luar Islam untuk menyiapkan kemantapan
akidah dan pemahaman secara mendalam akan Syari’at Islam.
0 comments:
Post a Comment