Tuesday, September 16, 2014

HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

Nikah beda agama nyaris menjadi tren baru di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, mereka yang dianggap sebagai Public Figure sudah tak memiliki rasa was-was dalam hati mereka. Di satu sisi mereka mengaku sebagai seorang muslim namun di sisi lain mereka telah secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap hukum IslamKatakana saja Deddy Corbuzier dan Kalina, Jamal Mirdad dan LidiaKandaw,Ira Wibowo dan Katon Bagaskara dan sederet artis lainnya.

Pertanyaannya, apakah hukum Islam tentang pernikahan dengan orang-orang Musyrik ini belum jelas sehingga mereka dengan sengaja menikah dengan orang-orang Musyrik?. Jawabannya tentu sekali bahwa hukum menikah dengan orang Musyrik ini sudah jelas. Di dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqoroh: 221)

Atau mungkin mereka tidak tau hukumnya? Tidak mengetahui hukum pernikahan beda agama bukanlah alasan yang masuk akal. Karena dimana-mana Allah telah menempatkan Ulama’-Ulama’ sebagai tempat bertanya jika memang merasa kebingungan terhadap suatu hukum. Toh juga pernikahan bukanlah permasalahan yang kecil yang tidak membutuhkan pemikiran yang matang untuk melaksanakannya. Sehingga jika memang mereka benar-benar taat kepada Allah, untuk hal sepenting pernikahan, mereka pasti akan bertanya terlebih daulu sebelum melaksanakannya, terlebih lagi jika pernikahan yang akan mereka laksanakan itu merupakan pernikahan yang di luar kewajaran. Namun asalnya karena sudah didasari pada nafsu dan pembangkangan terhadap agama, maka tidak akan ada rasa risau atau bersalah dalam hati mereka, karena dasarnya memang sudah tidak ada keperdulian pada agama.

Demi untuk mencari pembenaran, para pelaku nikah beda agama mencoba untuk menggunakan dalil-dalil logika dan realitas. Hal ini mereka lakukan hanya agar apa yang mereka lakukan bisa dibenarkan sehingga hukum-hukum syara’ yang sudah jelas di dalam Al-Qur’an dianggap salah. Dengan beralasan cinta, status kewarganegaraan anak  yang dilahirkan dari hasil pernikahan beda agama, dan alasan-alasan lainnyapun kampnyekan tanpa mengangkat dalil Zina di Al-Qur’an.

Di dalam ayat di atas sudah dengan sangat jelas disebutkan bahwa seorang Muslim dilarang menikahi wanita musyrik sebelum mereka beriman. Demikian juga sebaliknya, seorang muslimah juga dilarang menikah dengan laki-laki musyrik hingga mereka menjadi orang yang beriman.

Lantas bagaimana dengan Ahlil Kitab, bukankah di dalam Al-Qur’an ada  ayat yang menjelaskan kebolehan seorang Muslim menikah dengan wanita ahlil kitab?. Memang benar ada ayat yang menyebutkan seorang Muslim boleh menikahi wanita ahlil kitab dan itupun dikhususkan hanya untuk Muslim saja. Artinya laki-lakinya dari agama Islam dan perempuannya dari ahlil kitab. Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Ma’idah: 5)

Pertanyaannya adalah, siapakah ahlul kitab yang banyak disebutkan di dalam AL-Qur'anAhlul kitab dalam Al Qur’an adalah kaum Yahudi dan Nasrani, karena kitab suci telah diturunkan kepada mereka dalam wujud kitab sebuah kitab suci, mereka pada dasarnya adalah umat yang membaca dan menulis. Berbeda dengan umat Islam yang merupakan umat penghafal pada asalnya. Itulah salah satunya hikmah Alquran diturunkan secara bertahap melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Penyebutan ahlul kitab yang bermakna kaum Yahudi dan Nasrani juga berlaku secara umum, tanpa ada pengkhususuan kelompok tertentu dari mereka. Berangkat dari sini, dapatlah dipahami bahwa siapa pun yang mengaku sebagai Yahudi ataupun Nasrani, maka dia adalah ahlul kitab apa pun paham teologinya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Ahlul Kitab adalah orang-orang yahudi dan nasrani. Namun pertanyaan berikutnya adalah, apakah orang-orang yahudi dan nasrani di zaman ini masih tergolong ke dalam ahlul kitab atau sudah masuk ke dalam golongan orang-orang musyrik?.

Jika kita merujuk kepada Al-Qur'an, maka yahudi dan nasrani bukan lagi ahlul kitab melainkan golongan musyrik. Hal ini berdasarkan firman Allah:

يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللّهِ وَأَنتُمْ تَشْهَدُونَ
Hai ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah[202], Padahal kamu mengetahui (kebenarannya). (QS. Ali ‘Imron: 70)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَبِآيَاتِ اللّهِ وَاللّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا تَعْمَلُونَ
Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha menyaksikan apa yang kamu kerjakan? (QS. Al Imron: 98)
وَقَالَتِ الۡيَهُوۡدُ عُزَيۡرُ ۨابۡنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الۡمَسِيۡحُ ابۡنُ اللّٰهِ‌ؕ ذٰ لِكَ قَوۡلُهُمۡ بِاَ فۡوَاهِهِمۡ‌ ۚ يُضَاهِئُونَ قَوۡلَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ‌ ؕ قَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ‌ۚ اَنّٰى يُؤۡفَكُوۡنَ‏‏ ﴿۳۰
orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. At-Taubah: 30)

berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka jelaslah bahwa orang-orang yahudi dan nasrani bukanlah ahli kitab melainkan orang-orang musyrik. Kalaupun mereka masih tergolong pada ahlil kitab, maka status ahlil kitab mereka telah terhapus oleh kemusyrikan mereka. Bahkan di dalam ayat yang lain Allah menyebutkan orang-orang kafir adalah ahlul kitab dan orang musyrik.
لَمۡ يَكُنِ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ اَهۡلِ الۡكِتٰبِ وَالۡمُشۡرِكِيۡنَ مُنۡفَكِّيۡنَ حَتّٰى تَاۡتِيَهُمُ الۡبَيِّنَةُ ۙ‏ ﴿۱
Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata (QS. Al-Bayyinah: 1)

Jadi dengan mengembalikan pada ayat 221 surat Al-Baqarah di atas, maka sudah dapat disimpulkan bahwa hukum menikah dengan orang kafir dan musyrik, baik ahlul kitab ataupun bukan adalah HARAM. Jadi tidak ada lagi alasan yang membenarkan tindakan menikahi atau menikahkan orang muslim dengan wanita kafir dari golongan ahlil kitab ataupun musyrik dan menikahi dan menikahkan muslimah dengan laki-laki kafir dari golongan musrik ataupun ahlil kitab.

Untuk bisa dilaksanakannya hukum yang ada pada ayat ini, maka peran Negara sangat dibutuhkan. Karena bagaimanapun ummat Islam yang masih taat pada agamanya berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan hukum pada ayat ini, namun Negara tidak mendukung dan memberlakukannya, maka pernikahan beda agama tidak akan bisa dicegah. Oleh karena itu, agama dan Negara tidak bisa dipisahkan. Agama dan Negara bagaikan dua sisi uang logam yang tidak akan bisa terpisahkan.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive